بسم الله الرحمن الرحيم

Riwayat Shaum dan ‘Ïd

Sebaran diari posisi Matahari dan Bulan pada Ramadhän, Syawwäl, dan Dzü alHijjah tahun 1440/2019.

Dzü alHijjah

Berdasarkan data empiris, pada Maghrïb 1 Agustus 2019 TU., Bulan belum bisa diamati. Jika kita hitung dengan lokasi yang paling ujung Barat Indonesia, Pulau Sabang sekalipun, elongasi Bulan pada 4° 36′ 58″ dan ketinggian Bulan 3° 33′ 38″ atau bila dihitung dari pusat kedua objek benda langit didapatkan 4° 36′ 27″, kurang dari batas minimum standar astronomi (elongasi minimum 6,4°). Berbeda dengan Muhammadiyah, dengan konsep Wujudul Hilal, besoknya sudah masuk tanggal 1 Dzü alHijjah (2 Agustus). Sementara Pemerintah, menunggu sidang itsbat. Namun, jika dilihat dari pengalaman selama ini, apalagi masih menggunakan kriteria 2 (ketinggian), 3 (beda azimuth), dan 8 (usia Bulan), ditambah dengan banyaknya laporan yang mengaku melihat Hiläl, dipastikan sama dengan Muhammadiyyah. Jika tidak berlebihan, mungkin memerlukan keberanian yang besar untuk menolak kesaksian. Pemerintah akan sama dengan ormas PERSIS yang menggenapkan bulan Dzü alQa’dah hingga tanggal satu Dzü alHijjah bertepatan tanggal 3 Agustus. Sebab, saat Maghrïb 2 Agustus 2019 TU., coretan di atas kertas memandu kita dengan kesimpulan elongasi Hiläl pada 17° 57′ 07″ dan beda tinggi kedua objek 17° 56′ 10″, Hiläl sudah amat sangat tinggi untuk bisa dikesani oleh kasat mata sekaligus mengalahkan cahaya lembayung saat terbenam.

Syawwäl

Barisan-barisan kode perintah pada sebuah program memandu kita untuk mensilmulasikan posisi kedua objek langit dengan prediksi konjungsi (sejajar antara Matahari – Bulan – Bumi) in syã-alläh terjadi pada 3 Juni. Namun, sayangnya terjadi setelah Matahari terbenam. Padahal syarat untuk pergantian bulan pada kalender Isläm adalah konjungsi sebelum Matahari terbenam dengan mengamati Hiläl. Hal ini bisa dilakukan keesokan harinya pada 4 Juni ketika Matahari terbenam dengan perolehan data komputer mensimulasikan elongasi Hiläl pada 12° 25′ 44″ dan beda tinggi Matahari – Hiläl adalah 12° 20′ 48″. Dari hasil data ini bisa disimpulkan dengan mengacu pada kriteria astronomis PERSIS (elongasi lebih dari 6,4° dan beda tinggi lebih dari 4°), dipastikan besoknya ber’Ïdul Fithri bertepatan dengan 5 Juni 2019 TU. alhamdulilläh tiga ormas besar seperti NU, Muhammadiyyah, dan PERSIS mengamini.

Ramadhän

Alhamdulilläh, mengawali ‘ibädah shawm Ramadhän tahun 2019 TU. ini diamini oleh tiga ormas besar di Indonesia terutama NU, Muhammadiyyah, dan PERSIS. Pasalnya, coretan di atas kertas menghasilkan nilai waktu konjungsi terjadi sebelum Matahari terbenam, tepatnya ketika menjelang Shubh in syã-alläh pada 5 Mei pukul 04:08:55 WIB dengan data posisi Matahari – Hiläl dilihat dari sisi beda tingginya sebesar 6° 21′ 43″ dan elongasinya sebesar 6° 31′ 48″. Dengan data ini kemudian kita konfirmasi menggunakan data empiris astronomis PERSIS yang diadopsi dari astronomis LAPAN, sudah melewati batas minimum untuk diamati yaitu pada beda tinggi lebih dari 4° dan elongasi lebih dari 6,4°. Apalagi jika kita kotret kembali dengan pengamat berada dipaling ujung Barat Indonesia, sekalipun tidak signifikan masing-masing mewakili 6° 17′ 28″ dan 6° 59′ sehingga ada peluang untuk bisa diamati menggunakan kasat teleskop. Jadi, kita mengawali ‘ibädah shawm bersama pada 6 Mei 2019 TU. Marhaban yaa Ramadhän…

والله أعلم

الله يأخذبأيدينا إلى مافيه خير للإسلام والمسلمين

Mau beli rumah di Bandung atau kota lain?!…
Silahkan kunjungi di sini